Literasi keuangan tidak diajarkan di sekolah sehingga out-put dari sekolah untuk mandiri secara ekonomi perlu belajar di luar sekolah. Mereka harus berjuang dengan dunia nyata yang sangat berbeda dengan dunia sekolah.
Melek keuangan perlu diajarkan sejak dini terutama mulai anak sekolah dasar. Karena sekolah tidak mengajarkan literasi keuangan, maka orang tua harus menjadi sekolah pertama yang mengajarkan literasi keuangan.
Mengajarkan literasi keuangan melalui uang saku
Prinsip mengelola keuangan adalah konsumsi 65%, tabungan 10%, investasi 20%, dan shadaqah 5%. Itu aturan yang dijadikan referensi yang akan diajarkan ke anak dengan cara yang sederhana.
Uang saku adalah uang yang dipegang secara nyata bagi anak anak. Hal ini bisa dijadikan kesempatan untuk memberikan edukasi keuangan sejak dini.
Misalnya, Rp.10.000 adalah uang saku yang diberikan kepada anak. Maka usahakanlah untuk set alokasi Rp. 3.000 (10% + 20%) untuk ditabung dan Rp. 500 (5%) untuk disumbangkan, sisanya Rp. 6.500 (65%) untuk jajan.
Set alokasi untuk tabungan dan amal di atas adalah batas minimum. Artinya uang Rp. 3.000 dan Rp. 500 adalah paling kecil. Seandainya lebih besar lebih baik yang penting adalah konsisten. Sedangkan konsumsi Rp. 6.500 Adalah batang maksimal. Artinya lebih kecil dari Rp. 6.500 lebih baik.
Saat siswa masih MI/SD, investasi sangat sulit maka langkah yang paling realistis adalah disatukan dengan tabungan sehingga tabungan mencapai 30%.
Selain tabungan, hal yang perlu dipersiapkan bagi literasi keuangan anak anak adalah diajari untuk beramal. Sediakan kaleng khusus amal yang diisi secara konsisten. Dalam hal ini Rp. 500 rupiah dialokasikan ke amal.
Jangan membuat mindset ketika kaya mau bersedekah. Tetapi buatlah kebiasaan beramal sejak dini sampai menjadi sifat karakter.
Uang saku Rp. 3000 untuk saving dan Rp. 500 untuk amal harus diambil lebih awal untuk langsung dieksekusi. Sisanya (Rp. 6,500) digunakan untuk belanja. Jangan dibalik, dibelanjakan dahulu, takut tidak ada sisanya kemudian.
Kesalahan kita ketika memberikan uang saku adalah memisahkan uang saku dengan tabungan. Ini nak Rp. 5000 uang jajan dan Rp. 5000 uang saku. Sehingga anak tidak memiliki tanggung jawab dalam mengambil keputusan keuangan.
Biasakan menabung duhulu untuk membeli sesuatu yang diinginkan
Menuruti permintaan anak ketika ingin membeli sesuatu yang agak mahal seperti motor, hand phone, mainan premium, dan lain sebagainya bukan berarti sayang tetapi memanjakan.
Cara paling bagus untuk mengajari anak mengenai hal di atas adalah membiasakan anak untuk menabung terlebih dahulu. Nanti kalau sudah cukup langsung eksekusi untuk pembelian.
Bagaimana kalau tabungannya tidak cukup? Meskipun tabungannya kurang, tidak masalah ditambah orang tua yang penting anak biasa menabung dan tahu bahwa sesuatu tidak instan tetapi butuh proses dan waktu.
Literasi keuangan yang dimaksud untuk membiasakan menabung sebelum membeli adalah disebut perencanaan keuangan.
Menabung adalah pendapatan yang tertunda. Sedangkan berhutang adalah pendapatan yang digadaikan. Artinya untuk membeli kebutuhan sekunder dan tersiernya anak jangan sampai hutang menjadi solusi. Tetapi menabung adalah solusinya.
Membiasakan hidup sederhana
Biasakan orang tua dan anak anak untuk hidup sederhana. Pendidikan sederhana adalah bekal untuk hidup sesuai kebutuhan bukan sesuai dengan gaya hidup.
Hidup sederhana adalah pola hidup untuk kaya. Sedangkan konsumtif selangkah menuju jurang kemelaratan. Oleh karena itu, tumbuhkan attitude pola hidup sederhana.
Anak anak yang hidup sederhana akan melatih untuk berfikir rasional. Sedangkan anak anak yang konsumtif akan menjadi pemikir yang irrasional.