Life Style VS Wealth Style

Moh. Luthfi
6 Min Read

Hal yang tidak bisa dihindari dari digitalisasi adalah masuknya gaya hidup yang tak terbendung kemudian di backup dengan open banking yang menawarkan berbagai fasilitas keuangan untuk membantu gaya hidup. Kejadian ini membantu polarisasi kemiskinan yang menyebar seperti virus corona. Kayaknya tidak sakit tetapi secara mendadak sakit dan penyebarannya sangat heroik.

Sampai saat ini banyak orang tidak bisa membedakan antara asset dan liability (kewajiban). Seperti mobil yang dibeli melalu kredit dianggap asset, padahal itu adalah kewajiban yang harus dibayar tiap bulan dan harga mobil itu semakin hari semakin berkurang ketika dijual. 

Peristiwa di atas merupakan life style (gaya hidup) dimana setiap ada pendapatan langsung dihabiskan dengan belanja yang hanya ingin terlihat menonjol. Bahkan kalau kurang menggunakan fasilitas pembiayan Lembaga keuangan. Life style adalah cara menikmati kehidupan hanya saat ini dan membunuh hidup masa depan.  

Wealth style adalah mengoptimalkan pendapatan yang diperoleh untuk digunakan saat ini dan juga masa depan.  Passive income atau active income digunakan dengan bijak dan dialokasikan kurang lebih 30% untuk tabungan, investasi dan amal, sisanya digunakan untuk belanja sesuai kebutuhan.

Pola Hidup Orang Miskin 

Pola hidup orang miskin adalah ketika punyak pendapatan 100%, pengeluarannya juga 100% tanpa punyak asset berupa tabungan atau investasi. Artinya focus orang miskin adalah berputar di pendapatan dan pengeluaran. 

Agar keluar dari pola hidup miskin sekecil apapun pendapatan maka wajib dialokasikan untuk menabung sekitar 10% dari pendapatan. Kemudian menggunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Sehingga walaupun tidak kaya tetapi keuangan pribadinya tidak goyah. Meskipun memiliki pengasilan sedikit tetap bisa menikmati hidup dengan tenang. 

Pola Hidup Orang Bermental Miskin

Pola hidup orang menengah, kebanyakan pendapatam mereka digunakan untuk kewajiban seperti membeli barang mewah, hand phone baru, cicilan sepeda motor, dan barang lain yang memperkuat gaya hidup. Parahnya orang – orang seperti ini menganggap kewajiban tersebut sebagai asset. Inilah yang membuat  mereka memiliki mental miskin. Ingin kelihatan kaya demi gengsi, akhiya tidak kaya-kaya.

Bedanya dengan pola hidup orang miskin adalah kalau bermental miskin fokus pada pendapatan dan kewajiban. Kalau orang miskin fokus pada pendapatan dan pengeluaran. Orang bermental miskin setiap memiliki pendapatan langsung dihabiskan untuk gaya hidup. Bahkan kalau kurang akan melakukan utang konsumtif. 

Mindset utang bagi mereka adalah “merasa mampu membayar karena ada gaji, upah, atau pendapatan lainnya”. Akhirnya Ketika memperoleh gaji, upah, atau pendapatan lainnya hanya numpang lewat tanpa bisa membuat perencanaan keuangan.

Orang bermental miskin, barang – barang konsumtif yang mereka anggap sebagai asset sebetulnya adalah kerugian yang menular, bisa diibaratkan seperti virus corona. Contoh :

Pertama, pasif spending. Setiap bulan uang keluar seperti membayar cicilan, pay later, motor, HP. Kedua, Invicible spending. Setiap bulan barang yang dibeli harganya terus turun. Seperti membeli HP 4.000.000,- setelah 1 tahun harganya akan turun menjadi 3.000.000,- artinya tidurpun tambah miskin 1.000.000. belum lagi kalau pakai kredit bisa berapa rupiah kerugian kita.

Pola Hidup Orang Bermental Kaya

Orang bermental kaya tidak fokus pada life style, tetapi fokus pada wealth style. Mereka akan menggunakan pendapatan mereka fokus pada peningkatan asset. Akhirnya asetnya menambah pasif income. Ketika sudah memiliki pasif income, maka tidurpun kita mendaptakan uang. 

Pasif income adalah pendapatan yang diperoleh dari asset yang kita miliki. Ketika tidak bekerja, kita pun dapat pengasilan dari asset tersebut. Penghasilan dari pasivf income ini yang biasanya digunakan oleh orang yang bermental kaya untuk membeli barang mewah sehingga tidak berpengaruh kepada aktif income.

Bagaimana pola wealth style orang yang bermental kaya? yaitu dimulai dari mengelola pendapatan dan mengatur belanja. Pendapatan yang mereka terima akan dibagi menjadi empat alokasi, yaitu 10% ditabung, 20% diinvestasikan dan 5% untuk amal. Sisanya 65% digunakan untuk konsumsi. Dalam hal ini, mereka lebih fokus pada penambahan asset.  

Aturannya yang 35% pertama langsung dialokasikan lebih dahulu, kemudian yang 65% digunakan untuk konsumsi “cukup tidak cukup, harus cukup”. Karena kalau yang 35% diambil dari sisa konsumsi, maka tidak akan sersisa. Bagaimana kalau memiliki hutang? Maka harus ditambah alokasi khusus untuk hutang dengan mengurangi investasi, kalau tidak cukup maka mengurang konsumsi.

Mengatur pola  konsumsi harus sesuai dengan kebutuhan dan pendapatan. Cara ini adalah cara paing bijak untuk menjadi orang kaya. Pengeluaran yang harus dilihat pertama kali adalah kebutuhan pokok dan pembayaran utang. Baru setelah itu, kebutuhan sekunder sebagai pelengkap kebutuhan hidup. Fokus konsumsi pada awalnya hanya untuk bertahan hidup bukan gaya hidup.

Kebiasaan orang bermental kaya adalah mereka melakukan pengeluaran untuk tiga hal, yaitu ;  pengeluaran untuk menambah pengetahuan, pengeluaran untuk menambah teman atau relasi terutama bergaul dengan orang sukses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalamannya, dan yang terakhir pengeluaran untuk berbagi (amal).

Share This Article